Strategi Pengembangan Kesenian Sarumawashi (Topeng Monyet) Sebagai Aset Pariwisata Jepang
Sari
Abstract - This research focuses on the factors of sarumawashi development. It is a cultural research which views the factors as the activator towards cultural complex in the form of environment, ideology, institution and economy which influence the development of sarumawashi. This research has three objectives; the first is to describe sarumawashi history in Japan, the second is to figure out the factors which make sarumawashi became tourism asset in Japan, and the third is to describe the strategies which are used by Japanese government to develop sarumawashi . The analysis in this research is done using three approaches, which are historical approach, evolutionary approach and functional approach. The result of this research shows that sarumawashi which has been existing since thousand years ago in Japan has historical values that can not be separated from Japanese society’s socio-cultural, which are related to believing system and Japanese class system. Further more, there are two factors influencing the development of sarumawashi, which are internal factor and external factor. The internal factor is sarumawashi actors’ attempt to maintain sarumawashi, while the external factor is the Japanese government’s support through human rights policy and cultural policy. The internal factor creates intimacy between sarumawashi and Japanese people, while the external factor can activate cultural complex in the form of environment, ideology, institution, and economy. Those cultural components are then collaborated with the sarumawashi actors’ cultural activity, then they create a complete working system which supports the development of sarumawashi so it can survive until today and became one of Japanese tourism asset.
Keywords: Sarumawashi, traditional art, development strategy, tourism asset
Abstrak – Penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kesenian sarumawashi ini merupakan suatu penelitian budaya yang memandang faktor-faktor tersebut sebagai penggerak kompleks kultural yang berupa lingkungan, ideologi, institusi dan ekonomi yang berpengaruh terhadap perkembangan sarumawashi. Penelitian ini memiliki tiga tujuan. Pertama, menguraikan sejarah sarumawashi di Jepang, kedua, memaparkan faktor-faktor yang membuat sarumawashi bisa menjadi aset pariwisata Jepang dan ketiga, mendeskripsikan strategi pemerintah Jepang untuk mengembangkan sarumawashi menjadi aset wisata di Jepang. Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan historis, pendekatan evolusioner dan pendekatan fungsional. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa sarumawashi yang telah ada sejak ribuan tahun lalu di Jepang mempunyai nilai historis yang tidak dapat dipisahkan dari sosio-kultural masyarakat Jepang, yakni meyangkut sistem kepercayaan dan menyangkut sistem masyarakat hirarkial. Selanjutnya, terdapat dua faktor yang mempengaruhi perkembangan kesenian sarumawashi, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa usaha mandiri para pelaku sarumawashi untuk mempertahankan sarumawashi, sedangkan faktor eksternal berupa dukungan pemerintah Jepang yang diwujudkan melalui kebijakan HAM dan kebijakan budaya. Faktor internal menciptakan jalinan keakraban antara sarumawashi dan masyarakat Jepang, sedangan faktor eksternal dapat menggerakkan kompleks kultural yang berupa lingkungan, ideologi, institusi, dan ekonomi. Komponen-komponen budaya tersebut kemudian bersinergi dengan aktivitas budaya pelaku sarumawashi dan menciptakan suatu sistem kerja yang utuh yang mendukung perkembangan kesenian sarumawashi sehingga dapat terus bertahan hingga dewasa ini hingga bisa menjadi salah satu aset pariwisata Jepang.
Kata Kunci: Sarumawashi, kesenian tradisional, strategi pengembangan, aset wisata
Teks Lengkap:
PDF (English)Referensi
Danandjaya, James. 1991. Folklor Indonesia, Ilmu gossip, dongeng, dan lain-lain, Jakarta : pustaka utama graffiti
Iida, Yumiko. 2002. Rethingking Identity in Modern Japan. Nationalism as Aesthetics. London: Roudledge
Kaplan dan Manners (diterjemahkan oleh Landung Simatupang). 2002. Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta
Murasaki, Yoshimasa. 1991. Sarumawashi Sen Nen no Tabi. Japan: Setsuko Murasaki
Ohnuki, Emiko-Tierney. 1983. Monkey Performances: A Multiple Structure of Meaning and Reflexivity in Japanese Culture. Washington DC: American Ethnological Society
Ohnuki-Tierney, Emiko. 1984. ”A Monkey As Mirror. Symbolic Transformations in Japanese History and Ritual”. Dalam Bruner E. 1984. In Text, Play, and Story: The Construction and Reconstruction of Self and Society. Washington D.C: American Ethnoogical Society
Sedyawati, Edi. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: PT Djaya Pirusa
Sharma, Anita. 1990 .Modernization and Status of Working Women in India. New Delhi: K.M Mittal for Mittal Publication
Winarno, Budi. 2008. Kebijakan Publik. Teori dan Proses. Yogyakarta: MedPress
Yoeti, Oka A. 1986. Melestarikan Seni Budaya Tradisional yang Nyaris Punah. Jakarta: Depdikbud
Zemans, Joyce dan Kleingartner, Archie. 1999. Comparing Cultural Policy. A Study of Japan and United States. United Kingdom: AltaMira Press
Website :
Admin. 2003. “Sarumawashi no Yurai”. Dalam http://www.suo.co.jp/10suo/origin/. Diakses tanggal 30 Agustus 2015 pukul 19.00
Hikari City. 2009. “Shitei Bunkazai“. Dalam http://www.city.hikari.lg.jp/kyouiku/abunka/bunkazaiitiran.html Diakses tanggal 4 April 2012 pukul 20.00
Murasaki, Yoshimasa. 2003. “Yoi Mono wa Nokoru”. Dalam http://www.suo.co.jp/10suo/assetsgo/. Diakses tanggal 30 Agustus 2016 pukul 12.05
DOI: https://doi.org/10.31294/khi.v8i1.1938